Selasa, 07 September 2010

B 2317



Heyyyyyyy....

Gw di sini dengan kaki masih sedikit gemetar,kalau boleh lebay, karena baru saja berpikir bahwa gw akan mati ditabrak merci hitam mengkilat bernomor polisi B 2317 di depan bunderan HI. Yayaya, gw nggak bisa melakukan banyak hal saat itu. Cuma memandangi isi mobil itu yang kalo gw nggak salah berisi tiga orang laki-laki berbadan tambun yang balik memandangi kita dengan pandangan mengejek.

Ironis memang.

Anak muda jaman sekarang mungkin menganggap hampir menabrak orang merupakan suatu perbuatan yang keren, bahwa mengetes ke pakem an rem mobil mewah hadiah dari orangtua dengan hampir menabrakannya ke orang yang sedang menyebrang merupakan hal yg berani, memandangi pejalan kaki dan menganggap bahwa mereka adalah orang yang pantas untuk direndahkan KARENA MEREKA BERJALAN KAKI DAN MENGGUNAKAN TRANSPORTASI PUBLIK merupakan hal yang menegaskan bahwa posisi mereka diatas angin...wow...kalo gitu caranya sih gw nggak mau dibilang anak muda yah.

Ok, cukup tentang hal itu. Disini gw nggak mau membahas tentang isu-isu yang cenderung personal kayak gitu. Gw mau mengajak elo semua lebih melihat ke arah umum dan kondisi transportasi kita saat ini.

Gw baru aja balik dari Singapur bulan lalu.
Nggak mau sombong karena toh gw nggak bangga-bangga amat pergi ke tempat itu. Bukan karena udah banyak orang yang berlibur ke tempat itu, cuma karena gw sebenarnya lebih memilih pergi ke tempat macam Bali untuk yang kesekian kalinya untuk menghabiskan liburan gw yg singkat ketimbang ke negara lain yang penuh dengan toko-toko branded macam negara itu.

Tapi jelas, secara gw selalu berusaha untuk mengambil nilai positif dan pelajaran dari tiap kejadian yang ada, gw mengamati beberapa hal. Kayak apa sih Singapur buat gw? Negara kecil super biasa. Jauh lebih gede Indonesia, percaya deh. Apa kelebihannya? Changi lebih bagus dari Soekarno-Hatta --denger-denger dari salah seorang teman bule, uang yang dihabiskan buat bikin 2 airport itu sama loh jumlahnya, cuma kok iya jauh lebih bagus Changi ya, haha--, Singapur somehow lebih banyak tempat bersihnya ketimbang Indo, dannnnn...yang paling menarik perhatian gw, di sana gw sebagai pejalan kaki merasa sangat dihargai.

Itu poin paling penting buat gw.

Darimana gw ngambil kesimpulan itu. Ini memang terkesan agak acak dan sekilas, tapi dari jalan-jalan kota yang gw liat, trotoar disana jarang putus. Disana ada juga aktivitas bangun-bangun mal atau apapun itu yang biasanya melibatkan debu-debu dan alat konstruksi berat tapi trotoarnya tetep ada, convenient, nyambung ga putus. Kalo mau jalan tuh enak kayaknya, trotoarnya bagus ga ada bolong-bolong, nggak ada motor yang naek di atas trotoar...

Beda dengan disini.

Lo pernah jalan kaki nggak dari halte departemen kesehatan Kuningan situ ke Mal Ambassador? Gw hampir tiap hari senin-kamis begitu. Dan lo tau apa yang gw temui? Motor naek ke atas trotoar--dengan alasan, kalo muter jauh atau jalanan macet banget--, trotoar yang sungguh tidak convenient karena kepake tumpukan pasir atau semen di depan beberapa daerah konstruksi bangunan, trotoar yang bolong-bolong nggak tau kenapa balok-balok itu diangkat jadi pejalan kaki harus super ati-ati supaya nggak nyemplungin kaki nya ke dalam got, dan...pedagang kaki lima yang jelas-jelas mendirikan bangunan tidak permanen yang akhirnya memaksa pejalan kaki harus berjuang turun trotoar dan berantem-berantem sama motor buat lewat.

Itu baru tentang trotoar.

Ada lagi tentang pejalan kaki yang menyebrang jalan. Tau fungsi zebra cross? Itu dibikin khusus buat pejalan kaki supaya hak-hak menyebrangnya terlindungi. Di Singapur gw seringkali menyebrang zebra cross dan kendaraan-kendaraan bermotor itu udah berhenti dari jauh-jauh sebelum kita melangkahkan kaki menginjak garis-garis putih itu. Mereka mempersilahkan kita lewat terlebih dahulu. Disini? Lo pernah nggak ngerasain rasanya hampir ditabrak motor yang ngebut nyalip mobil padahal jalanan lagi macet? Dan waktu itu lo ada di dalam naungan zebra cross! Gw nggak tau ya, mungkin para kendaraan bermotor itu nggak tau kalo pejalan kaki yang ditabrak saat sedang menyebrang di zebra cross dapat menuntut pihak-pihak yang menabrak itu dengan posisi hukum yang sangat kuat--isnt it, dear my legal friends?

See???

Those two simple things itu udah cukup bisa buka mata lo nggak sekarang kenapa orang sibuk bertekad untuk membeli kendaraan bermotor sendiri??? Kalo jalan kaki sudah bukan merupakan hal yang nyaman buat seseorang, kenapa mesti heran kalo tu orang nggak mau jalan kaki lagi????

Maaf-maaf kata, hal ini baru seiprit dari penyebab kemacetan Jakarta. Lo tau kenapa Jakarta macet udah lebih heboh dari waktu Michael Jackson meninggal? Karenaaaa...kuantitas kendaraan bermotor di sini tuh tambah tambah banyak. Kenapa kuantitas nya tambah banyak? Karena hampir setiap orang berpikir untuk menggunakan kendaraan bermotor pribadi setiap harinya. Kenapa mereka berpikir begitu? THAT'S THE QUESTION yang jawabannya udah jelas-jelas ada di depan mata.

Kalo gw punya wewenang buat merombak sistem yang udah ada dan gw jelas melihat isu pejalan kaki ini adalah sebuah masalah, gw nggak bakal pura-pura nggak tau dan kipas-kipas nungguin kesempatan korupsi.

Aduh aduh bapak-bapak ibu-ibu, masa mesti gw juga sih yang jadi gubernur Jakarta?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar