Rabu, 15 September 2010

Open-houser, open your mind!

Saturday, September 11st 2010

Baru aja nonton berita di tipi nih. Denger-denger ada yang mati gara-gara ngantri ikutan open house yg di adakan salah satu orang penting di negeri ini. Ya sedikit berbeda dengan yang biasa-biasanya, mati gara-gara bagi duit cash. Tapi apa bedanya sih secara semua orang juga tau open house means getting something from the owner of the house we visited.

Intinya sih, gw NGGAK PERNAH SETUJU SAMA YANG NAMANYA BAGI BAGI DUIT. Bantuan langsung tunai? Hahahahahahahaha...boleh gw panjangin nggak haha nya gw ini sampe akhir tulisan ini. I know thats silly, as silly as bantuan langsung tunai toh?

Gw cinta negeri ini, gw sungguh peduli dan prihatin sama mereka-mereka yang setiap hari pusing harus makan apa hari itu. Tapi menurut gw, bantuan langsung tunai bukanlah solusi dari semua ini. Kasarnya, sekarang gw kasih mereka duit buat makan. Trus abis deh buat makan hari ini. Besok gimana? Besok mereka akan kembali pusing mikirin kudu makan apa atau bahkan mereka akan balik lagi ke gw minta duit lagi. Trus gw dapet duit gw itu darimana? Dari kerja. dari peres otak, dari ngegunain skill gw. Trus mreka dapet duit mreka darimana? Dari ongkang-ongkang kaki dan dateng ke gw.

Kurang silly apalagi itu coba.

Mari kita berpikir lebih tenang, lebih dari sekedar mendapatkan suara menjelang pemilu. Gimana kalau kita:

Buka Lapangan Pekerjaan

Mereka dapet duit dari sesuatu yang mereka usahakan. Contoh simple, salah satu temen gw si bule Inggris yang baru saja menetap di Indonesia selama sekitar 8 bulan ngomong-ngomong tentang proyek banjir kanal timur dan barat di Jakarta. Dia bilang dia liat kali itu udah mulai kotor, udah mulai kumuh. Sayang banget. Gimana kalau pemerintah coba untuk mempekerjakan orang sekitar situ untuk membersihkan kali itu dan sekitarnya secara rutin. Kali bersih, warga dapet kerjaan. Kali bersih, warga dapet makan. Case close. Dan gw pikir, ide bagus. Kenapa enggak? Kenapa enggak bapak-bapak ibu-ibu???

Pembinaan skill dan pendidikan

Gimana kalau kita kasih mereka modal.Kursusin mereka jahit, kursusin mereka masak, kirim anak-anak mereka sekolah, galang orang tua asuh. Coba kita liat efeknya nanti. Mereka bisa jait, mereka bisa buka usaha vermak levis. Mereka bisa masak, mereka bisa kerja di resto-resto dan kalo udah ada modal, mereka bisa buka warung makan sendiri. Mereka sekolah, mereka bisa kerja di perusahaan orang. Mereka dapet orangtua asuh, kuliah sampai keluar negri, mereka bisa jadi orang ebsar di perusahaan besar atau bahkan bisa buka perusahaan sendiri, dapet penghasilan yang besar dan mereka bisa bntu orang lain juga.

See?

Memberikan uang cash ataupun makanan atau apapun itu yang instan tapi sifatnya untuk jangka pendek, sungguh tidak mendidik. Itu memanjakan mereka. Memperlakukan orang dewasa berumur 30 tahun layaknya anak kecil berumur 10 tahun. Mereka sudah bisa mencari makan untuk mereka sendiri, tapi kita terus menyuapi mereka sampai akhirnya mereka percaya bahwa mereka sudah kehilangan kemampuan mereka untuk mencari makan sendiri.

Zona nyaman itu sungguh berbahaya, teman. Dan jika seperti ini terus keadaannya, mereka tidak akan sadar bahwa mereka sudah terlalu lama berada dalam zona nyaman. Kemampuan mereka berburu akan mati dengan sendirinya. Gigi mereka untuk menggigit perlahan akan tumpul. Ujungnya? Sampah masyarakat. Efeknya liat kan? Secara nggak langsung kita malah memperburuk situasi.

Huff.

Jadi kejadian korban saat event-event kayak open house ataupun bagi-bagi duit ini disiarkan lewat televisi internasional juga. Orang-orang luar, orang-orang negara maju sana melihat Indonesia. Wow. Mereka pikir, sebegitu parahnya negeri kita sampai harus mengorbankan nyawa untuk beberapa lembar uang atau beberapa box makanan. Mereka belum liat aja mal-mal yang ada di Jakarta. Megahnya lebih megah dari sekolahan negeri. Ironic.

Mari-mari, kita mulai membagikan bibit apelnya, ajari mereka cara menanam pohon apel, dan ajari mereka cara memelihara pohon itu hingga berbuah sampai mereka bisa menikmati buah apel hasil kerja keras mereka sendiri. Jangan terlalu seringlah memetikkan buah apel dari pohon apel yang sudah kita tanam sendiri. Berhentilah menjadi egois, mulailah berbagi ilmu untuk menjadikan mereka sama hebatnya seperti kita.

Cheers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar